Remaja dan Puasa, Totalitas Puasa Kaum Muda

thumb click to zoom
Ditambahkan 19.00
Kategori Artikel
Harga @ Remaja dan Puasa, Totalitas Puasa Kaum Muda By rootmms on Oktober 31, 2012 Sobat muda, puasa bukanlah sekadar menahan diri dari lapar,...
Share
Hubungi Kami
CARA BELI

Review Remaja dan Puasa, Totalitas Puasa Kaum Muda

@
Remaja dan Puasa, Totalitas Puasa Kaum Muda
By rootmms on Oktober 31, 2012

Sobat muda, puasa bukanlah sekadar menahan diri dari lapar, haus, dan perkara lainnya yang bisa membatalkan puasanya. Tapi lebih daripada itu, seseorang yang berpuasa juga harus bisa menahan diri dari hal-hal yang bisa mengurangi atau bahkan membatalkan pahala puasanya.


Lho, apa iya pahala puasa bisa batal? Jawabannya: bisa. Yuk, kita simak pembahasan berikut ini.

Sobat, Alhamdulillah, kita dipertemukan dengan bulan Ramadhan. Bulan yang dirindukan oleh setiap mukmin. Bagaimana tidak? Bulan ini adalah bulan yang istimewa. Pada bulan ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan ampunan dan surga-Nya. Bagi yang berumur panjang mendapatkan Ramadhan, berarti dia telah mendapatkan peluang besar dari janji Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut.

Ditambah lagi, pada setiap malam di bulan ini juga, Allah Subhanahu wa Ta’ala membebaskan sekian banyak orang yang semestinya menjadi penghuni neraka. Masya Allah, semoga kita termasuk hamba yang diselamatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari api neraka.

Setiap muslim pasti telah mengetahui berbagai keutamaan di bulan yang agung tersebut. Sayangnya, sebagian kita terkadang tidak mengetahui, dengan cara apa segala keutamaan itu diraih. Padahal, keutamaan itu dapat diraih hanya dengan mengikuti bimbingan syariat dan mengamalkannya dengan penuh keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sobat, bagaimana puasa kalian? Semoga kita semua mendapatkan pahala dan ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mungkin banyak di antara kita yang mengira bahwa puasa Ramadhan cuma sekadar menahan diri dari melakukan pembatal-pembatal puasa. Tidak makan, tidak minum, dan menjauhi syahwat. Bahkan, kita menyangka bahwa dengan hal itu, kita telah menjalankan puasa dengan baik, sehingga akan meraih pahala yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi, kenyataannya tidaklah demikian. Tidakkah kita pernah mendengar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

وَرُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ
“Bisa jadi seorang yang berpuasa, bagian dari puasanya hanyalah lapar dan dahaga.” (Shahih, HR. Ibnu Hibban: 8/257).

Lihat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada kita bahwa ada di antara manusia yang secara lahiriahnya menjalankan puasa (dengan menahan lapar dan dahaga), akan tetapi dia ternyata tidak mendapatkan apa-apa (baca: pahala) di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia hanya mendapatkan efek dari puasanya saja yaitu lapar dan dahaga.

Lebih jelas lagi, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَ الجَهْلَ فَلَيْسَ لِلهِ حَاجَةٌ في أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta, dan pengamalannya, serta amal kebodohan, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak butuh pada amalannya meninggalkan makan dan minumnya.” (Shahih, HR. al-Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya puasa itu bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, akan tetapi puasa yang sebenarnya adalah menahan diri dari perbuatan laghwu (ucapan sia-sia) dan rafats (ucapan kotor). Maka bila seseorang mencacimu atau berbuat tindakan kebodohan kepadamu katakanlah: “Sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (Shahih, HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan al-Hakim, lihat kitab Shahih at-Targhib).

Hadits di atas berisi ancaman keras bagi siapa saja yang mengisi Ramadhannya dengan amalan sia-sia, dusta, ucapan kotor, juga kemaksiatan lainnya.

Subhanallah, ternyata puasa itu bukan cuma menahan diri dari lapar dan dahaga, ya? Kalau begitu, siapa sebenarnya orang yang betul-betul dikatakan sebagai orang yang berpuasa, yang berhak mendapatkan pahala dan surga Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Sobat, telah dijelaskan oleh para ulama, di antaranya Ibnul Qayyim rahimahullah, bahwa seseorang yang berpuasa adalah orang yang anggota badannya turut berpuasa dari perbuatan-perbuatan dosa. Lisannya berpuasa dari ucapan dusta, keji, dan palsu. Perutnya berpuasa dari makan dan minum. Kemaluannya berpuasa dari bersetubuh. Bila dia berbicara, maka dia tidak berbicara dengan sesuatu yang bisa merusak puasanya. Apabila dia berbuat, maka dia tidak berbuat dengan suatu perbuatan yang akan merusak puasanya, sehingga seluruh ucapannya keluar dalam keadaan baik dan bermanfaat (tidak sia-sia).

Wahai para pemuda yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, itulah puasa yang sebenarnya. Itulah yang dinamakan totalitas dalam berpuasa.

Kalau kita cermati penjelasan di atas, maka kita bisa mengambil kesimpulan bahwa di sana ada perkara-perkara yang bisa membatalkan puasa, seperti makan dan minum dengan sengaja. Kemudian ada pula perkara yang bisa membatalkan atau mengurangi pahala puasa sesuai dengan tingkat kemaksiatannya, yakni seperti ucapan dusta, kotor, dan sia-sia. Maka, seseorang yang menginginkan pahala dari puasanya, dia harus menjauhkan dirinya dari perkara yang bisa membatalkan puasanya atau mengurangi pahala puasanya.

Berarti, yang puasa itu bukan cuma perut dan syahwatnya, kan?
Artinya, puasa itu juga harus dilakukan oleh hati, pandangan, pendengaran, lisan, tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuhnya dengan cara menahan diri dari segala perbuatan sia-sia dan dosa.

Masya Allah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk bisa menjalankan puasa dengan sebaik-baiknya.

Sobat muda, sedih ya kalau melihat teman-teman kita? Banyak di antara mereka yang tidak mengetahui makna puasa yang sebenarnya. Buktinya, banyak dari teman-teman kita yang mengisi Ramadhannya dengan kegiatan yang sia-sia. Bahkan, beberapa dari mereka sampai terjatuh ke dalam perbuatan maksiat dan dosa.
Sebagai contoh, masih saja kita dapati di berbagai tempat, banyak kaum muda-mudi yang mengisi Ramadhannya dengan jalan-jalan pagi atau jalan-jalan sore sambil menunggu waktu berbuka yang terasa lama saja.

Lho apa tidak boleh?
Tergantung niatnya, dan tentu dilakukan dengan adab-adab yang sesuai aturan agama kita. Kenyataannya, masih banyak yang menjadikan acara itu sebagai ajang berbuat maksiat. Benar tidak?

Hayo, jujur saja!

Padahal, pada saat seperti itu sangat riskan bagi kita untuk terjatuh dalam perbuatan maksiat. Mata melihat, bahkan saling mencuri pandang dengan lawan jenis. Belum lagi kaum hawanya yang keluar dengan pamer aurat. Naudzubillah, jika acara seperti itu justru dijadikan oleh kaum muda-mudi untuk berpacaran. Ditambah lagi, kalau sambil jalan-jalan mereka juga ngobrolin aib teman mereka. Padahal, dengan hal tersebut mereka telah melakukan ghibah (Jawa: ngrumpi), dan ghibah termasuk dosa besar.

Sudah bukan merupakan rahasia lagi, bahwa yang namanya kemaksiatan banyak pendukungnya. Demikianlah di saat bulan Ramadhan, berbagai media seperti radio dan televisi justru menambah semaraknya kemaksiatan dan kesia-siaan. Berbagai acara yang berisi kedustaan, ucapan kotor, ghibah dan gosip nan laris, pamer aurat, dan lainnya digelar. Padahal, semuanya itu akan melalaikan kita dari membaca Al-Qur’an, zikir, dan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Belum lagi dunia internet dengan beragamnya fasilitas seperti chatting, facebook, game online, serta situs-situs berbahaya yang semakin menambah kesia-siaan dan kemaksiatan sekaligus mengotori Ramadhan. Hayo, siapa yang suka chatting-an dan facebook-an?

Sobat muda, daripada main yang begituan, lebih baik kamu mencari kegiatan yang lebih bermanfaat, mau? Apa kamu tidak merasa malu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sudah diberi umur panjang berjumpa dengan Ramadhan, eeh malah tidak dimanfaatkan dengan baik. Jangan-jangan kita hanya capek berpuasa, menahan haus dan dahaga, tapi keluar dari bulan Ramadhan ternyata tidak mendapatkan apa-apa (baca: pahala dan ampunan dari Allah). Rugi, kan!

Lalu bagaimana caranya memanfaatkan bulan ini dengan baik, ya? Di antara caranya adalah dengan kamu memperbanyak ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti shalat, zikir, mengaji, dan membaca Al-Qur’an (bukan cuma baca, tapi sambil tadabur maknanya, lho). Selain asyik dan nikmat, so pasti kamu akan mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Coba, deh!

Wahai sobat, waspadalah!
Waspadalah dari tipu daya setan dan bala tentaranya! Mereka hanya ingin memerintahkan kalian untuk berbuat kejelekan dan kemaksiatan. Mereka ingin kalian dijauhkan dari pahala berlimpah, terkhusus di bulan yang penuh berkah ini, sehingga kalian tidak bisa mendapatkan pahala, ampunan, dan surga yang Allah Subhanahu wa Ta’ala janjikan.

Kalian mau? Tentu tidak, bukan?
Oleh karena itu, apabila kita tidak pandai menjaga diri, maka kita hanya akan mendapatkan capek, lelah, lapar, dan dahaga saja dalam berpuasa. Allah Subhanahu wa Ta’ala Mahatahu isi kalbu hamba-hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengetahui pandangan mata yang berkhianat. Hanya kepada Allah-lah tempat kita mengadu. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu mengampuni dosa kita.

Wahai sobat yang kucintai karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, hiasilah diri kalian dengan takwa. Dimanapun, dan kapanpun kalian berada.

Wahai pecinta kebaikan, manfaatkanlah bulan Ramadhan kali ini dengan baik. Lebih baik dari yang sebelumnya. Isilah Ramadhanmu dengan kegiatan yang bermanfaat, baik bagi urusan akhirat seperti membaca Al-Qur’an, berzikir, membaca buku-buku agama, taklim, dll. Bisa juga dengan bekerja, agar diri kita terjaga dari meminta-minta sekaligus membantu orang tua. Atau berolahraga saja, insya Allah akan bermanfaat bagi kesehatan seorang muslim.

Semoga dengan totalitas kita dalam berpuasa, serta upaya untuk mengerjakan semua amalan yang disyariatkan pada bulan Ramadhan dengan penuh keikhlasan, kemudian tidak mengotorinya dengan perbuatan sia-sia dan dosa, kita akan mendapatkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan digolongkan sebagai hamba-Nya yang bertakwa. Dengan takwa itulah, kita akan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. (Ibrahim).

Wallahu a’lam bish shawab.



Komentar